adjar.id - Contoh slogan dapat dengan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Biasanya, contoh-contoh slogan dipasang di berbagai tempat strategis yang banyak didatangi orang, Adjarian.
Misalnya saja slogan bertema pendidikan yang dapat mudah dilihat di sekitar lingkungan sekolah.
Slogan sendiri adalah kalimat singkat, mencolok, dan dapat mudah diingat.
Tujuan slogan bisa bermacam-macam, misalnya untuk promosi iklan, motivasi, dan sebagainya.
Tujuan tersebut tergantung pada konten atau isi.
Meskipun disusun dengan kalimat yang padat dan singkat, setiap slogan memiliki makna tersendiri.
Nah, di bawah ini ada beberapa contoh slogan pendidikan dan maknanya.
Selain bisa dipelajari, slogan pendidikan di bawah ini juga dapat dijadikan motivasi. Simak, yuk!
Contoh Slogan dan Maknanya
1. Carilah ilmu sampai ke negeri Tiongkok.
Baca Juga: Slogan: Pengertian, Jenis, Unsur, Tujuan, dan Contoh-contohnya
Makna: Raih ilmu setinggi dan seluas mungkin, tak masalah jika harus sampai ke luar negeri.
2. Cerdas dan beriman merupakan simbol generasi muda Indonesia.
Makna: Sebagai generasi muda penerus estafet bangsa, para pemuda harus mencerminkan kecerdasan dan keimanan.
3. Gantungkan cita-cita setinggi mungkin.
Makna: Setiap individu hendaknya dapat memiliki mimpi dan cita-cita setinggi mungkin didasari dengan prisip yang kuat, supaya tidak mudah dihalangi orang lain.
4. Sekolah yang bermutu mencetak generasi berilmu.
Makna: Sekolah dengan pendidik yang berkualitas dan sarana prasarana memadai akan mencetak generasi yang berilmu.
5. Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.
Makna: Kegagalan hendaknya dijadikan sebagai pelajaran untuk bersiap menghadapi kesuksesan ke depannya.
6. Tak ada bangsa yang berani menjajah bangsa berilmu.
Makna: Jika sebuah bangsa berilmu, maka tidak akan mudah ditipu dan dijajah oleh bangsa lain.
Baca Juga: Mengenal Iklan: Pengertian, Kaidah Kebahasaan, dan Strukturnya
7. Apa yang kamu tanam, itulah yang akan kamu tuai.
Makna: Semakin banyak berbuat baik, maka kita akan mendapat hasil yang sebanding, begitu pula sebaliknya.
8. Buku adalah jendela dunia.
Makna: Membaca buku akan memperluas wawasan kita.
9. Tak ada orang berilmu yang menyesal.
Makna: Semakin banyak belajar, maka semakin banyak hal yang kita ketahui, tidak ada ilmu yang sia-sia.
10. Tak ada harta yang kekal kecuali ilmu.
Makna: Sebanyak apapun harta yang kita miliki, pasti akan habis, tetapi tidak dengan ilmu. Semakin banyak kita berbagi ilmu, justru malah semakin bertambah.
Nah, itulah beberapa contoh slogan dan maknanya, Adjarian.
PEMBICARAAN POLITIK menjadi hangat bahkan panas menjelang pemilu. Namun ada beberapa hal tentang politik yang masih bisa kita ulik, salah satunya adalah slogan politik. Slogan adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan atau mengiklankan sesuatu atau perkataan atau kalimat pendek yang menarik, mencolok, dan mudah diingat untuk menjelaskan tujuan suatu ideologi golongan, organisasi, partai politik dan sebagainya. Slogan adalah motto atau frasa yang dipakai pada konteks politik, profesional, agama, dan lainnya sebagai ekspresi sebuah ide atau tujuan yang mudah diingat. Slogan adalah suatu ekspresi, gagasan, atau tujuan yang diulang-ulang untuk memberitahukan, menjelaskan, atau mempopulerkan sesuatu dengan menggunakan kalimat pendek yang mencolok, menarik, dan mudah diingat, agar melekat dalam pikiran setiap orang.
PARTAI POLITIK sebagai bagian dari penentu kehidupan yang baik lewat tugas legislatif menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, kebebasan tentunya menjunjung tinggi moralitas, sehingga merumuskan slogan yang mencakup hal tersebut. Kehidupan yang baik sebagai visi partai politik dirumuskan dalam slogan politik. Slogan politik adalah adalah perkataan atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan atau mengiklankan sesuatu atau perkataan atau kalimat pendek yang menarik, mencolok, dan mudah diingat untuk menjelaskan tujuan suatu ideologi golongan, organisasi, partai politik.
APAKAH slogan politik berhasil menangguk suara dengan tagline cukup menarik untuk ditelisik. Ada beberapa slogan politik yang unik, menyiratkan khalayak yang disasar, apakah khalayak sasaran merasa tersasar bisa kita lihat perolehan suara partai politik tersebut.
ADA SLOGAN “Terbuka, Progresif, itu Kita” (Partai Solidaritas Indonesia, PSI), ”S14P 2019” (Partai Demokrat), ”#2019KitaBerkarya” (Partai Berkarya), ”Banteng Metal” (PDIP), ”Partai zaman wow” (PKPI), ”4G” (Golkar), ”From Zero to Hero”(Hanura). Slogan tersebut terlihat nyata menyasar kaum muda dan kaum milenial dengan menggunakan semangat muda ”progresif”, karena kaum tua biasanya menikmati masa tua dengan berkiblat pada masa lalu. Tulisan bahasa gaul dengan campuran angka dan huruf, penggunaan tagar #, akronim kemudaan ”metal, merah total”, dan penggunaan bahasa Inggris, ”four ji” (4G), dan From Zero to Hero” diharapkan mampu menarik kaum muda untuk meliriknya.
SELAIN ITU ditemukan juga slogan yang menunjukkan keberpihakan pada politik bersih tanpa money politik, seperti ”Politik tanpa mahar” (NasDem) dan ”Katakan tidak untuk Korupsi” (Demokrat). Namun masih juga ditemukan partai yang mengusung sentimen agama secara eksklusif yang tampil dalam slogan ”Bela rakyat, bela umat” (PAN),”Bela Islam bela bangsa. Bela Islam bela rakyat. Bela Islam bela NKRI” (PBB), dan ”Mari Bung Rebut Kembali” (Partai Persatuan Pembangunan). Ajakah untuk entrepreneur yang kekinian juga diusung oleh salah satu partai, ”GeridraPreneur. Entreprenur untuk IndonesiaRaya” (Gerindra). Ada yang yang menarik, partai ini menunjukkan primordialisme yang kuat dengan menggunakan bahasa Jawa dan mengajak bernostalgia pada masa lalu. ”Piye kepenak zamanku to” (Partai Berkarya).
APAKAH PARTAI tersebut berhasil menangguk angka pemilih yang tinggi dengan slogan yang khas? Slogan yang seharusnya dihidupi dan diejawantahkan dengan tingkah laku dan perbuatan yang selaras dengan makna slogan tersebut, ternyata banyak yang tidak selaras. Hal itu menyebabkan para pemilih malas memilih mereka, karena ketidakjujuran, ketidakselarasan antara slogan dan kenyataan. Ternyata slogan politik tidak berbanding lurus dengan perolehan suara di pemilu. Politik memang sesuatu yang unpredictable. (*)
Pengaruh politik Donald Trump, Presiden ke-45 Amerika Serikat, sepertinya makin bersinar dan bahkan sudah menjalar ke Tanah Air. Calon Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di depan peserta Rakernas LDII di Pondok Gede, Jakarta Timur dengan penuh semangat menyerukan "Indonesia First, Make Indonesia Great Again" yang terinspirasi dari slogan kampanye Presiden Trump, "American First" dan "Make America Great Again" (MAGA). MAGA memang sangat populer. Jika saat ini Anda cari di mesin pencari Google, ditemukan hampir 13 juta frasa ini disebut di dunia maya. Sebenarnya Presiden Ronald Reagan, bukan Trump, yang pertama kali menggunakan slogan MAGA dalam kampanye politiknya pada 1980. Sementara, frasa American First dipopulerkan oleh kelompok Ku Klux Klan, sebuah kelompok ekstrem kanan supremasi kulit putih pada 1920-an. Maka dari itu, slogan ini oleh beberapa kalangan di Amerika disebut mengandung pesan rasisme khususnya yang disuarakan oleh kelompok supremasi kulit putih.
Terlepas dari kontroversi yang menyelimuti frasa MAGA, slogan ini terbukti efektif menyihir pemilih Amerika yang mengantarkan kemenangan Trump pada pemilu presiden 2016. Tulisan ini tidak bermaksud menilai apakah tepat dan benar secara moral menggunakan slogan ini dalam konteks politik kontemporer Indonesia. Namun, lebih melihat bagaimana sebuah slogan politik memainkan peranan penting dalam mengkonstruksi kesadaran politik pemilih yang pada gilirannya mempengaruhi arah preferensi politik mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana slogan MAGA mampu efektif mempengaruhi preferensi politik pemilih Amerika? Pertama, tentu saja karena slogan ini sederhana dan mudah diingat. Simple is better, sederhana itu lebih baik. Masyarakat akan susah mengingat slogal yang terlalu panjang dan rumit. Slogan "2019 Ganti Presiden" yang saat ini mulai agak redup saya kira contoh bagaimana slogan yang sederhana dapat dengan mudah masuk ke ingatan publik. Selain sederhana, hal kedua agar slogan politik itu efektif adalah mereproduksi slogan itu dalam semua material alat kampanye politik, mulai dari merchandise seperti topi, gelas, pin, kaos, website, spanduk, bendera, dan lain-lain. Hampir seluruh produk alat kampanye Trump mencantumkan slogan ini di mana-mana. Topi merah Trump yang bertuliskan Make America Great Again sangat ikonik dan laris manis sepanjang kampanye presiden. Cara ini pernah dilakukan oleh kelompok Teman Ahok ketika menggalang dukungan untuk pencalonan Ahok melalui jalur independen dengan slogan "KTP Gue Buat Ahok". Meskipun akhirnya Ahok memilih diusung koalisi partai politik, mereka mengklaim berhasil mengumpulkan dukungan melebih jumlah minimal yang dipersyaratkan oleh undang-undang.
Ketiga, tidak terlalu penting soal asli atau tidak sebuah slogan politik yang digunakan, yang penting adalah memastikan pesan slogan itu sampai kepada pemilih. Dengan kata lain, slogan itu bukan hanya diketahui dan dipahami oleh pemilih, namun sampai pada tahapan dijiwai oleh mereka. Untuk sampai pada tahapan itu, slogan yang diciptakan harus memiliki hubungan batin atau frekuensi yang sama dengan kehidupan yang tengah dihadapi dan dialami pemilih. Sebagian besar pemilih kulit putih Trump merasakan kehadiran kelompok kulit hitam dan imigran minoritas lambat laun mulai mengancam kekuasaan politik dan ekonomi mereka baik di lapangan kerja, bisnis, maupun pemerintahan dalam satu dekade terakhir ketika Obama berkuasa. Mereka merasa slogan MAGA yang digaungkan Trump mewakili keresahan dan kepentingan mereka. Di sini, pesan MAGA bukan sekadar diketahui tapi sudah masuk menjadi bagian kesadaran pemilih.
Untuk bisa masuk ke kesadaran pemilih, slogan politik itu harus diulang terus-menerus dalam setiap kesempatan di mana pun dan kapan pun. Trump melakukan itu dengan sangat konsisten. Slogan MAGA selalu diselipkan dalam berbagai pidatonya, disisipkan dalam setiap cuitan Twitter-nya. Tim kampanyenya juga melakukan hal yang sama hingga slogan itu membanjiri ruang publik dan menenggelamkan slogan lawan sengit politiknya Hillary Clinton, "Stronger Together". Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Obama dengan slogan "Yes We Can" pada kampanye 2008 yang belakangan diadaptasi oleh pasangan SBY-JK menjadi "Bersama Kita Bisa" pada Pilpres 2009.
Dalam soal menggali dan menciptakan slogan politik, Sukarno sampai saat ini tiada tandingannya. Lihat saja judul-judul pidato kenegaran yang dia sampaikan setiap tanggal 17 Agustus. Bukan hanya menginspirasi, namun juga mengabadi. Misalnya, "Tahun Kemenangan" (Takem), "Tahun Berdikari" (Takari), "Tahun Vivere Pericoloso" (Taviv), "Genta Suara Revolusi Indonesia" (Gesuri), dan yang paling disering dikutip orang adalah "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" (Jasmerah).
Sayangnya, sampai saat ini belum muncul slogan kampanye Pilpres yang cukup inspiratif dan ikonik dimunculkan oleh kedua pasangan baik dari kubu Jokowi-Ma'ruf Amin maupun kubu Prabowo-Sandi. Beberapa slogan yang muncul antara lain "Bersih, Merakyat, Kerja Nyata", "Indonesia Kerja", "Indonesia Adil Makmur", dan lain-lain belum cukup mampu mengagregasi emosi pemilih. Slogan yang inspiratif bukan muncul dari manifestasi, representasi, dan personifikasi figur pasangan kandidat presiden. Apalagi kalau sekadar mengadopsi dari luar yang bisa jadi terputus dan timpang dengan konteks Indonesia. Agar efektif, slogan itu semestinya digali dari kristalisasi suasana kebatinan warga yang ingin diperbaiki kalau mereka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden nanti. Hanya dengan cara itu sebuah slogan politik mampu menjadi jangkar bagi berbagai kehendak yang sama meskipun mereka berasal dari afiliasi dan golongan yang berbeda-beda sehingga mampu mendobrak kejenuhan politik.Imam Subkhan mahasiswa doktoral Antropologi Politik University of Washington, penerima Beasiswa Presiden Republik Indonesia (BPRI) LPDP